Foto: RRI
ZONATERKINI.COM — Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) pada Pemilu 2024 mendatang masih menjadi andalan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Situng sebelumnya pernah digunakan pada Pemilu 2019 lalu, dan dinilai efektif mengantisipasi kecurangan saat melakukan perhitungan suara.
“Dari waktu ke waktu kami lakukan (antisipasi kecurangan), misal pada Pemilu 2019 KPU membuat Situng. Kita ubah menjadi Sistem Informasi Rekapitupasi Hasil Suara pada Pilkada 2020, lalu kita adopsi untuk Pemilu 2024,” ujar Hasyim di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Hasyim menjelaskan, Situng merupakan pengembangan dari Scan C1 yang diterapkan pertama pada Pemilu 2014. Petugas TPS melalukan scan dokumen C1 dan diunggah ke website KPU untuk dipublikasikan.
“KPU juga melakukan verifikasi, apakah hitungannya sudah benar atau tidak. Kalau ada tuduhan, ‘Hitungannya enggak bener, kok dipublikasi?’ Memang kami publikasikan apa adanya, senyatanya,” ucap Hasyim.
Jika ada penghitungan suara salah, maka KPU akan mengirim data C1 ke KPU Kabupaten/Kota. Hal ini juga merupakan upaya transparan ke publik bahwa ada hitungan yang salah.
“Tapi jangan lupa, yang salah-salah ini diketahui oleh KPU. Lali kita kirimkan kembali hasilnya ke KPU Kabupaten/Kota tempat di mana Form C1 dari TPS itu berasal untuk dikoreksi,” terang Hasyim.
Selain itu, KPU mempersilakan siapa pun menjadi saksi penghitungan suara di tiap TPS. Para saksi diperkenankan mengambil foto dan merekam proses penghitungan suara di TPS yang digelar terbuka.
“Jadi proses penghitungan suara akan dilakukan secara terbuka. Kalau ada tuduhan ada manipulasi, itu pasti diketahui banyak orang,” jelas Hasyim.
Lebih lanjut Hasyim menuturkan bahwa KPU akan melakukan koreksi sesuai UU Pemilu No. 7 Tahun 2017. Hal tersebut digunakan jika adanya komplain di tingkat kabupaten.
“Memeriksa hasil satu tingkat di bawahnya. KPU membuat kebijakan melarang KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi merekapitulasi ketika ada komplain atau keberatan dari peserta pemilu,” ujar Hasyim.
(ndt/hn/um)